PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Berikut adalah bunyi lafas dari pancasila :
- Ketuhanan yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dari panca sila yang di atas kita akan berfokus untuk membahas sila pertama yaitu "Ketuhanan yang maha esa". Dari sila pertama ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa negara ini Menjamin kemerdekaan setiap warga negara tanpa diskriminasi untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya dengan menciptakan suasana yang baik, Memajukan toleransi dan kerukunan agama, dan Menjalankan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tanggung jawab yang suci.
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama antara lain sebagai berikut :
1. Keyakinan terhadap adanya Tuhan yang Maha Esa dengan sifat-sifatnya yang Mahasempurna.
2. Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan cara menjalankan semua perintah-Nya, dan sekaligus menjauhi segala larangan-Nya.
3. Saling menghormati dan toleransi antara pemeluk agama yang berbeda-beda.
4. Kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Dasar pemikiran Bung Karno dalam mencetuskan istilah Pancasila sebagai Dasar Negara adalah mengadopsi istilah praktek-praktek moral orang Jawa kuno yang di dasarkan pada ajaran Buddhisme.
Dalam ajaran Buddhisme terdapat praktek-praktek moral yang disebut dengan Panca Sila (bahasa Sanskerta/Pali) yang berarti lima (5) kemoralan yaitu: bertekad menghindari pembunuhan makhluk hidup, bertekad menghindari berkata dusta, bertekad menghindari perbuatan mencuri, bertekad menghindari perbuatan berzinah, dan bertekad untuk tidak minum minuman yang dapat menimbulkan ketagihan dan menghilangkan kesadaran.
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan Yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam sudut pandang bahasa Sanskerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah bermakna Tuhan Yang Satu.
Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta/Pali yang bisa berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi adalah salah jika penggunaan kata “maha” dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar yang berarti sangat besar.
Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sanskerta / Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this – Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sankserta maupun bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka”, bukan kata “esa”.
Kesimpulan Menurut Pandangan Saya
Saya kurang setuju dengan kesimpulan bahwa dasar pemikiran Bung Karno dalam mencetuskan istilah Pancasila sebagai Dasar Negara adalah mengadopsi praktek-praktek moral orang Jawa kuno yang didasarkan pada ajaran Buddhisme. Alasannya adalah sebagai berikut:
Meskipun ada kemungkinan bahwa Bung Karno terinspirasi oleh prinsip-prinsip moral yang ada dalam ajaran Buddhisme, namun klaim bahwa Pancasila secara langsung diadopsi dari praktek-praktek moral orang Jawa kuno yang didasarkan pada ajaran Buddhisme perlu didukung oleh bukti-bukti historis yang kuat.
Pancasila sebagai dasar negara memiliki cakupan yang lebih luas daripada prinsip-prinsip moral dalam ajaran Buddhisme. Meskipun ada kesamaan konsep seperti moralitas dan nilai-nilai etis, Pancasila juga mencakup aspek-aspek seperti persatuan nasional, demokrasi, dan keadilan sosial yang tidak secara eksklusif terdapat dalam ajaran Buddhisme.
Bung Karno dan para pendiri bangsa Indonesia mempertimbangkan berbagai pandangan dan nilai dari berbagai sumber dalam merumuskan Pancasila, termasuk nilai-nilai lokal, agama-agama yang ada di Indonesia, dan prinsip-prinsip universal. Oleh karena itu, klaim bahwa Pancasila hanya diadopsi dari ajaran Buddhisme mengabaikan kontribusi dan keragaman sumber-sumber lain yang turut membentuk konsep tersebut.
Dengan demikian, saya berpendapat bahwa klaim tersebut terlalu simplistis dan tidak sepenuhnya mencerminkan kompleksitas pembentukan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Komentar
Posting Komentar